Poems

My Experience

Mindset

KENAPA BALI BERBEDA?

by - 2:13 AM

(Sumber : Data pribadi)
Sunset di Petitenget Beach

Hay friends, sudah lama aku tidak menulis blog. Yah selain sibuk, aku sedang menikmati hari-hari indahku di Pulau Bali. Pulau ini memang membuatku selalu bahagia apapun keadaanku. Aneh yah?? Hahahah.. kalian akan mengerti jika kalian membaca tulisanku ini.

Saat ini memang saat-saat yang menegangkan untuk seluruh dunia. Bagaimana tidak? Saat ini adalah saat-saat Ksatria berbaju besi bernama Covid19. YAH! Dialah Ksatria berbaju besi yang sedang membuat seluruh warga bumi menunduk dan bertekuk lutut, tidak peduli dia dari kalangan atas atau bawah. Saya mengibaratkan Covid19 ini dalam kartu tarot itu kartu "The Death". Memang kartu ini melambangkan sebuah transforms alias perubahan. Bukankah saat ini semua dunia sedang dirubah? Ksatria yang membuat banyak manusia takjub hingga ketakutan. Tapi, untuk masalah COVID19 ini, aku akan membahas pandanganku dari sisi spiritual di post berikutnya.

Di masa-masa pandemic ini, banyak sekali teman-teman saya di luar Bali bertanya sama saya kenapa Bali kok sepertinya santai dan tidak ada PSBB, tetapi orang yang terkena Covid19 itu tidak sebanyak di wilayah lain? Padahal kalau boleh di bilang, Bali itu pintu gerbang Indonesia. Di mana banyak warga asing yang tinggal di sini, bahkan kami baru saja menutup gerbang internasional itu beberapa hari sebelum Hari Raya Nyepi. Banyak juga warga Bali yang bekerja di kapal pesiar. Bahkan, ibu saya sempat bertanya hal yang lucu,"Qila, banyak yang bilang di Bali itu pakai magic ya? Sampai sedikit sekali yang terkena Covid19?" Hahahahah.. Bahkan mungkin seluruh dunia pun bingung melihat Pulau Dewata saat ini. Beberapa temanku yang berasal dari mancanegara, justru tidak mau pulang ke negaranya di saat pandemic ini. Sampai ada temanku dari Swiss berkata,"Saat ini yang teraman adalah Bali, maka itu aku tidak mau pulang."

Baiklah...baiklah... saya akan menjelaskan dari apa yang saya tahu tentang Pulau Bali tercinta ini. Saya yakin semua pun bisa menjadi seperti Pulau Bali, jika kalian mau belajar dari mereka.

Bali tidaklah sempurna, karena sempurna itu hanya milik SEMESTA. Hanya saja, Bali memiliki banyak hal yang tidak dimiliki di wilayah negara Indonesia lainnya. Saya tinggal di Bali sebenarnya sudah dari 2016, tetapi karena satu dan lain hal saya harus pulang 2018 awal. Dan Pulau Dewata ini membisikan saya untuk kembali ke sini lagi di tahun 2019. Tempat yang membuat saya jatuh cinta padanya sejak saya menginjakkan kaki pertama kali di Pulau ini pada umur 7 tahun.

Sudah pasti semua tahu bahwa Bali adalah salah satu pulau milik Indonesia yang memiliki julukan Pulau Dewata. Pulau yang begitu kental dengan aura spiritual, toleransi yang baik dan keindahan alamnya, yang membuat banyaknya turis mancanegara yang diam dan berinvestasi di sini. Pulau yang memiliki sejuta magnet yang bisa menghipnotis siapapun yang memiliki vibrasi yang sama denganya.

Yang membedakan dengan pulau lain???
Memang mayoritas warganya adalah beragama Hindu, tetapi yang menariknya walaupun mereka itu beragama Hindu mereka tetap dengan kebudayaan Indonesia, mereka tidak menjadi orang India  (darimana agama Hindu berasal). Mereka ke Pura (tempat ibadah umat Hindu)  dengan tetap menggunakan kebaya khas Indonesia, mereka tetap menjunjung tinggi nilai ke-bhinneka-an yang menjadi semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Mereka sangat bertolerasi terhadap orang yang berbeda dengan mereka, apapun ras dan warna kulitnya, apapun agama dan suku bangsanya. Bagi mereka, selagi kamu tidak membuat kericuhan dan mengganggu mereka, semua tidak masalah. Dan itulah salah satu yang membuat Bali bebeda dengan pulau-pulau lain di negara Indonesia.

Ada lagi perbedaannya? ADA!
Apa?? Simak beberapa point di bawah ini untuk membuat kalian paham :

HUKUM ADAT DAN ADAT ISTIADAT YANG KENTAL
Seperti kita tahu, semua daerah/kota/negara pasti punya peraturan sendiri dan hukum adat dan tradisi yang berbeda-beda. Harus dijaga? Jika itu mendatangkan kebaikan, maka jawaban saya adalah "YAH! HARUS!!". Tetapi jika itu tidak mendatangkan kebaikan, sebaiknya diganti dengan yang lebih baik. Uniknya, Bali memiliki hukum adat yang sangat membuat banyak orang terpesona. Mereka memberikan hukum adat yang tidak merugikan orang lain, itulah yang selama ini saya tahu. Hukum adat di sini dimulai dari masing-masing desa, yang menjadi rantai antar desa uituk membantu pemerintah pusat. 

Soal adat istiadat? Wah Bali masih juaranya! Walau banyak sekali budaya luar yang datang ke Bali (entah yang datang dari para native people yang berlibur atau berinvestasi), mereka tidak kehilangan jati dirinya sebagai warga Indonesia yang beragama Hindu. Kalian bisa lihat dari Bangunan-bangunan yang ada di sini. Bahkan di beberapa wilayah, ada rumah-rumah ibadah orang-orang beragama Khatolik tetapi dibangun dengan model Bali.


Mereka tetap juga menjalankan ibadah mereka di Pura (saat sebelum Covid19) sesibuk apapun mereka, mereka tidak lupa dengan ibadahnya. Tetapi dengan besar hati, di saat pandemic ini mereka tidak melakukan upacara keagamaan di tempat ibadah mereka, melainkan mereka melakukannya di rumah. Jika masih ada upacara di Pura besar, semua itu täta dibatasi dan hanya para petinggi agama yang boleh hadir.

Saking kentalnya budaya lokal Bali, turis mancanegara pun sangat tertarik mengikuti upacara keagamaan di Pulau ini. KEREN KAN? Bukankah menjadi orang Hindu bukan harus menjadi orang India, dan menjadi orang Islam bukan artinya harus menjadi orang Arab, dan menjadi orang Nasrani bukan artinya harus menjadi orang Yahudi? Justru kita seharusnya mengenalkan kepada mereka inilah budaya kita. Dan itulah yang membuat semua orang mancanegara tahu kalau Indonesia itu Bali.



PECALANG
Kami di sini memiliki polisi adat yang disebut "Pecalang". Tapi jangan salah, walaupun mereka pecalang dan memiliki power yang cukup tinggi dan kuat di desanya, mereka tidak serta merta menjadi arrogant dan kasar superti beberapa oknum 'polisi adat' di pulau lain. Mereka masih sangat sopan dan luar biasa baik, namun mereka tegas. Mereka dihormati warga sini.  Maka polisi-polisi Nasional Indonesia di sini, tidak terlalu repot karena sangat terbantu degan keberadaan Pecalang.

Di saat pandemic ini, mereka (para Pecalang) adalah garda terdepan Covid19 sesungguhnya. Mereka sangat kompak dan aktif dalam membantu pemerintah pusat untuk menanggulangi pandemic Covid19 ini. Mereka dibayar? Tidak! Setahuku mereka hanya diberi makan dan minum oleh para warga. Para pecalang bukanlah tidak memiliki pekerjaan utama. Ada sebagian besar dari mereka bekerja di hotel atau sebagai tour guide. Menjadi Pecalang hanyalah karena panggilan hati mereka untuk menjaga rumahnya (Pulau Dewata). 

Kami semua menghormati Pecalang yang dianggap sebagai ayah kami. Jadi apapun tegurannya pasti kami indahkan, karena selama ini tegurannya itu baik dan dengan cara yang baik.



PEMERINTAH DAERAH DAN WARGA KOMPAK
Ini yang orang banyak salah tanggap. Kamu tahu, bahwa sebenarnya pandemic ini adalah tugas semua manusia (bukan hanya pemerintah pusat saja). Di daerah lain, banyak warga membandel, sampai akhirnya pemerintah pusat harus melakukan PSBB. Diberlakukan PSBB saja, warga masih sering berkerumun. Saya heran dengan ini!! Saya tahu, semua orang butuh mencari nafkah. Tetapi jika itu membahayakan jiwa sendiri dan keluarga, apakah nafkah itu jadi berkat?

Berbeda di sini, setiap ada kebijakan dari pemerintah desa (bukan daerah loh!) warga sangat patuh. Ada salah satu temanku, dia seorang house cleaning. Saat itu desanya melakukan karantina wilayah selama 2 minggu. Dan semua warga patuh. Padahal jika membandel, dendanya hanya 5kg beras. Dengan tingginya tingkat kepatuhan warga, itu sangat membantu pemerintah bukan? 

TOLERASI YANG TINGGI
Seperti yang sudah saya tulis di atas, Bali memiliki tingkat toleransi yang sangat tinggi. Tidak ada istilah kaum mayoritas menekan kaum minoritas. Di sini, kami bidup berdampingan dengan perbedaan dari warna kulit, ras, suku bangsa, dan agama. Selagi kamu tidak mengganggu mereka dan kamu menghormati adat istiadat mereka (seperti jika kamu membangun rumah dan villa, kamu harus menyiapkan satu buah pelinggih/pura kecil. Saya rasa itu tidak salah, karena artinya mereka menghargai dan menjaga tradisinya. Dan sebagai tamu, kamu wajib melaksanakannya.) tidak masalah.

Kalau di beberapa daerah ada kasus rasis terhadap pasien Covid19, bahkan sampai menolak jenazahnya, maka di sini berbeda. Di area Ubud, di mana tempat saya tinggal saat ini, ada sebuah hotel yang dijadikan tempat penampungan sementara para ODP atau PDP. Jaraknya sangat dekat dengan tempatku tinggal. Tetapi tidak ada penolakan dari warga sama sekali. Dan tentu saja para pecalang sigap menjaga.

Untuk orang-orang yang radikal dan fanatik, di sini memang bukan tempat yang bagus untuk mereka. I tell you! :)

CREATIVE
Orang-orang di sini tidak kehabisan akal ketika pandemic Covid19 ini. Mereka mendadak menjadi creative (creative dalam hal yang positive), walau sebelumnya mereka memang sudah creative, tetapi sekarang jauh lebih creative lagi. Banyak teman saya yang sebelum pandemic ini bekerja di hotel, namun karena hotel-hotel ditutup untuk sementara mereka dirumahkan. Namun itu tidak membuat mereka putus asa. Banyak dari kawan-kawan saya akhirnya membuat makanan yang bisa dipesan untel dimakan di rumah. Ada yang menjual donut, makanan kering, bahkan sampai salad buah dengan harga yang bersahabat.

INSTROPEKSI DAN KARMA
Ini yang jarang dimiliki manusia, sering kali ketika kita tertimpa masalah kita justru menunjuk kanan dan kiri untuk mencari pembenaran. Kita tidak mau menunjuk diri kita sendiri bahwa ini bukan salah siapa-siapa, tetapi mungkin ini adalah saatnya pembersihan karma dan spiritual awakening.

Banyak orang mengeluh di luar sana tentang pandemic ini, tetapi orang-orang Bali yang saya temui justru mereka berkata "Biarlah, mungkin ini saatnya kita semua membayar karma.  Semoga dengan pembayaran ini, ke depannya kita lebih mawas diri dan berbuat baik lagi." Itulah yang disebut Pak Jokowi "Sudah saatnya kita berdamai dengan Covid19". Setau saya, semakin kita membencinya, semakin kita menyalahkannya, semakin lama dia akan menghajarmu. Bukankah tujuan spiritual awakening itu menghajar egomu? Makanya saya pernah bilang sama bos saya,"I'm falling in love with Covid19." sampai dia tertawa.

Yah! Mereka percaya sekali KARMA. Mereka mengerti betul apa yang mereka percayai. Tetapi untuk tulisan KARMA dan pengertiannya, sedang saya persiapkan untuk tulisan berikutnya. Mungkin dalam bahasa Inggris. Percaya gak percaya, KARMA di sini cepat sekali loh! Dan saya mencintai KARMA.

(Sumber : Data Pribadi)
Salah satu toko di Ubud yang saya foto malam-malam di saat pandemic ini


SIBUK DENGAN DIRI SENDIRI TETAPI MASIH BISA SALING BERPEGANG TANGAN
Dulu, saat saya di Bandung rasanya terlalu banyak orang yang lebih seneng ngurusin hidup orang lain. Banyak yang bergunjing ketika ada orang melakukan hal yang di luar ekspektasi kita. Itu yang membuat saya merasa Bandung bukan tempat yang cocok untuk pertumbuhan jiwa spiritual saya.

Di Bali, semua orang sibuk dengan urusan sendiri. Mereka sibuk sembayang dan mencari nafkah. Kami di sini gak perduli kamu mau melakukan apapun, selagi itu tidak mengganggu kami. Ibaratnya, kamu mau ngapain, selagi itu bukan di tempat suci dan tidak mengganggu kebudayaan kami, kami tidak mau tahu.

Nah.. uniknya, pasti sebagian orang akan berpikir jika karena sibuk dengan diri sendiri warga Bali tidak per\duli segala sesuatu yang berbau kemanusiaan? SALAH! Di saat pandemic ini, banyak warga Bali justru berpangku tangan membantu sesamanya. Mereka tidak menjadi mencari keuntungan di balik pandemic ini. Contoh tempat rental motor, mereka menurunkan harga agar para penyewa tidak terbebani di saat pandemic. Begitu juga beberapa kenalan saya pemilik guest house. Mereka tidak jadi menaikan tarif membabi buta. Adapun antar tetangga, mereka justru saling berbagi info kerjaan dan beberapa desa yang di karantina berbagi bahan pangan. 

Para pemilik pertanian dan peternakan, mereka turun ke jalan-jalan menjual bahan makanan pokok dengan harga murah. Mereka menggunakan mobilnya untuk dijadikan tempat berjualan sementara. Karena mereka takut, para warga tidak bisa mendapatkan bahan makanan pokok dengan murah.  Dan sudah berapa banyak warga asli Bali yang membantuku selama di sini? Banyak! Dari mulai saat saya pindahan dan sampai saat ini. Dari mulai driver ojol sampai house cleaner.

TIDAK MENYEBARKAN HAL NEGATIF
Orang Bali tidak mengatakan berapa kematian dan berapa yang terkena. Mereka justru tetap berpikiran positif dan terus instropeksi. Mengabarkan kematian hanya akan membuat suasana lebih tidak kondusif. Mereka sibuk mencari jalan untuk bertahan hidup.

(Sumber : Data pribadi)
Cafe Aksama Coffee

Andai Pulau Dewata ini berwujud manusia, sudah aku peluk dengan erat untuk mengatakan "Aku mencintamu dan aku akan menjagamu!"



Yah.. itulah beberapa hal yang bisa saya bagi tentang Bali sementara ini, dan ini yang saya rasakan selama saya tinggal di Pulau Dewata ini.  Dan itu pula yang membuat Bali beda dengan pulau lainnya. Saya rasa, jika pulau lain mau memiliki magnet yang membuat orang ingin datang ke tempatnya maka mereka harus mau mencontoh Bali dari sisi segi toleransi terutama.

Memang sekali lagi Bali tidak sempurna. Tetapi setau saya, para pengacau biasanya datang dari luar Bali. Jika ada sebagian kecil orang Bali yang arrogant dan mulai nakal, itu arena terkontaminasi dengan pihak luar. Sejauh ini, saya masih menganggap Bali adalah terpat terindah di Indonesia. Vibrasi spiritual yang ada di sini sangat tinggi. Saya ingin menetap di Bali selamanya, tetapi sepertinya pada akhirnya saya akan tinggal di negara luar Indonesia walaupun saya pasti akan mengunjungi Pulau Dewata ini beberapa kali dalam setahun. Ah.. itu hanya intuisi saya saja. Di mana pun nantinya saya tinggal, Bali akan selalu memiliki tempat khusus di hati saya dan saya akan tetap membuat sebuah istana saya di Bali untuk ketika saya akan berkunjung ke sini. 

Yang jelas, saya tidak pernah menyesal memilih jalan ini. Saya tidak pernah menyesal menjalani spiritual awakening. Bali membantu menyembuhkan saya dan membantu saya menemukan apa tujuan hidup saya. Saya tidak menyesal mengepakkan sayap saya jauh dari keluarga saya untuk bisa hidup di sini. Terima kasih Bali, buat semua yang pernah dan sedang dan yang akan kamu kasih sama saya. Suksma *love*


from Bali 





You May Also Like

0 comments

Powered by Blogger.